logo yayasan mujahidin

Sedang memuat ...

Berita

Foto Gerhana Matahari Dalam Perspektif Alquran dan Hadits

Gerhana Matahari Dalam Perspektif Alquran dan Hadits

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Al Fushilat 41:37)

Rasulullah SAW sebagai suri teladan manusia, memberikan contoh agar kita shalat ketika terjadi gerhana, maka dalam Sahih Bukhari ditemukan banyak hadis berhubungan dengan hal tersebut. Salah satunya terjemahan hadis-hadis tersebut sebagai berikut:

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dan Hisyam bin ‘Urwah dari ‘Urwah dari ‘Aisyah berkata,

“Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berdiri melaksanakan shalat bersama orang banyak, beliau memanjangkan bacaan, lalu rukuk dengan memanjangkan rukuk, kemudian mengangkat kepalanya, lalu membaca lagi dengan memanjangkan bacaannya namun tidak sebagaimana panjang bacaan yang pertama.

Kemudian beliau rukuk lagi dengan memanjangkan rukuk, namun tidak sepanjang rukuk yang pertama, lalu mengangkat kepalanya kemudian sujud dua kali. Beliau kemudian berdiri kembali dan mengerjakan seperti pada rakaat pertama.

Setelah itu beliau bangkit dan bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, yang Dia perlihatkan kepada hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka segeralah mendirikan salat.” (Sahih Bukhari No. 998)

Dengan fenomena gerhana yang terjadi, mari kita perbarui segala sikap hidup ini dengan tiga modal yang diberikan Allah. Melalui membaca, mendengar Alquran dan Sunah beserta terjemahannya, agar dapat diresapi oleh hati. Sehingga kita dapat menjadi muslim yang selalu tunduk/sujud kepada Allah, tidak seperti iblis sebagaimana Allah Ta’ala informasikan dalam Alquran.

Betapa sayangnya Allah terhadap manusia, hingga menurunkan ayat di atas. Fenomena siang dan malam adalah cara bersujudnya bumi, maka manusia pun ikut bersujud saat itu dengan cara salat subuh, zuhur, dan asar, serta menjelang malam dilanjutkan dengan salat magrib dan isya, serta qiyamul lail.

Kemudian Allah mengingatkan manusia dengan kalimat “Laa yasjuduu lisy-syamsi wa laa lilqomari”. Jangan bersujud kepada matahari dan tidak juga (sujud) kepada bulan, dilanjutkan dengan “wasjuduu lillahi kholaqohunna” tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya. “inkuntum iyyaahu ta’buduun” begitulah hendaknya kamu beribadah/mengabdi.

Matahari dan bulan dengan fenomena gerhana ditunjukkan oleh Allah kepada manusia bahwa keduanya tetap tunduk. Kenapa Allah tunjukkan/tampakkan ketundukan bulan dan matahari? Jawabannya ada di dalam Alquran: agar manusia dapat menyaksikan kekuasaan Allah dengan “modal” yang diberikan-Nya kepada tiap-tiap manusia.

Modal apa yang sebenarnya Allah berikan kepada tiap manusia? Berikut ayatnya:

“Katakanlah: “Dialah Yang menciptakan kamu (manusia) dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (QS.67:23).

Modal yang diberikan Allah kepada manusia ada tiga, yaitu: pendengaran, penglihatan, dan hati. Maka Allah Ta’ala perlihatkan gerhana agar manusia dapat melihat dengan matanya, mendengar berita tentang gerhana dengan telinganya. Kalau matahari dan bulan tetap bersujud (tunduk) kepada Allah, sementara amat sedikit dari manusia yang bersyukur (memahami dengan hatinya/ikut bersujud kepada Allah).