logo yayasan mujahidin

Sedang memuat ...

Berita

Foto Khutbah Jum'at 26 Maret 2021 |  WUDHU LAHIR dan WUDHU BATIN

Khutbah Jum'at 26 Maret 2021 | WUDHU LAHIR dan WUDHU BATIN

WUDHU LAHIR dan WUDHU BATIN

(Perspektif Al-Imam Hatim Al-Asham)

Oleh : Drs. H. M. Ismail Kasim, M.Sc (Khatib Jum’at Masjid Raya Mujahidin tgl. 26 Maret 2021)

Hadirin, jamaah jumat Masjid Raya Mujahidin Pontianak, rahimakumullah,

Suatu ketika seorang sufi ahli tariqat, dan ahli ibadah, bernama: Al-Imam Hatim al-Asham (wafat tahun 237 H) diminta penjelasannya, oleh seseorang  ahli Fiqih, yang bernama, Ashim bin Yusuf, dalam satu Majlis ta’limnya, dalam satu pengajiannya.                             

Sebagai seorang ahli Fiqih,  Ashim bin Yusuf ini selalu melihat segalanya dari kacamata, dari sudut pandang Syariat. Ashim bertanya kepada Imam Hatim:

 “Wahai Imam Hatim, bagaimanakah cara Anda melaksanakan shalat?”

Imam Hatim Al-Asham sebagai ahli tarekat dan syariat menjawab: “ketika masuk waktu shalat, aku berwudhu dengan dua wudhu, yaitu Wudhu lahir dan Wudhu bathin. Wudhu lahir itu syariat dan wudhu bathin itu adalah haqiqat”.

Syekh Ashim bin Yusuf yang konsentrasi keilmuannya pada bidang Fiqih agak terkejut. Tapi sebelum keterkejutannya berlanjut, Imam Hatim al-Asham segera menerangkan bahwa “Wudhu Lahiritu dilakukan dengan cara membersihkan anggota badan menggunakan air.

Sedangkan Wudhu Bathin itu dilakukan dengan cara:  harus mencuci hati, membersihkan hati yang disebut “Salaamatush Shadri)”                 

Pertanyaannya, Bagaimana mencuci hati, membersihkan hati?

Kata Imam Hatim Al-Asham, paling tidak, dengan menempuh 5 cara:

  1. Hati, Dicuci dengan An-nadaamah, dengan rasa penyesalan, an-nadamah. Maksudnya apa?

Yaitu Menyesali kesalahan dan dosa-dosa yang telah pernah terkerjakan, sekaligus pula menyesal karena telah meninggalkan kebaikan.

Menyesal karena telah melakukan kesalahan, dan Menyesal karena tidak melakukan kebaikan.            

Masih mengenai an-nadamah ini, tentang menyesali kesalahan dan meninggalkan kebaikan yang utama ini, ada satu nukilan riwayat, yaitu kisah Sayyidina Umar bin Khattab ra yang patut untuk kita renungkan.

Beliau adalah sahabat utama baginda Rasul Saw, beliau adalah salah seorang yang dijamin sebagai ahli surga, dan beliau pun terkenal sebagai seorang sahabat yang kaya raya.                                    

Sayyidina Umar bin Khattab ra ini,  banyak  memiliki kebun kurma di Madinah. Pohon-pohon kurmanya berbuah dengan kwalitas terbaik, bagus, manis dan legit. Berkelas.

Tidak hanya itu saja, bahkan di dalam kebun nya itu terdapat satu sumber mata air, yang terus mengalir.   Padahal sudah dimaklumi bersama bahwa sulitnya sumber air di Madinah ketika itu.

Jadi bisa dibayangkan, berapa besar kekayaan sayyidina Umar, yang mempunyai kebun-kebun  kurma yang begitu luas, ditambah ada sumber air di dalam kebun itu.                        

Sebagai manusia biasa tapi luar biasa, ada rasa, Betapa bahagianya beliau  memiliki kebun kurma yang demikian luar biasa  tersebut, sehingga seringkali beliau ini berjalan, mengelilingi dan memeriksa perkebunannya dan juga hasil kebunnya tentunya.

Lalu, suatu ketika,  sepulang dari kebun kurma nya, di tengah jalan,  beliau ketemu dengan beberapa  sahabat yang berjalan bersama-sama.

Assalamualaikum, sapa Sayyidina Umar.

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Jawab para sahabat.

Kemudian Sayyidina Umar bertanya: “dari manakah gerangan kalian berjalan bersama-sama?”

Para sahabat menjawab“ kami ini baru pulang dari shalat ashar berjamaah”.

Lalu apa yang terjadi?       

Seketika itu juga Sayyidina Umar berucap: “innaalilahi wa innaa ilaihi rajiun”.  Jadi Antum ini baru habis shalat ashar berjamaah ya ?”

“Iya, kata para shahabat nya”

“Masyaallah” Astaghfirullah,”. Aku sendiri ini ketinggalan shalat ashar berjamaah, karena mengurus kebun kurmaku ini.

Dan oleh karena itu saksikanlah wahai para sahabatku, karena aku ketinggalan shalat ashar berjama’ah karena kebun kurma ini, maka hari ini kebunku ini aku wakafkan untuk kemaslahatan kaum muslimin”

Allahu akbar.                             

Ini, contoh yang sangat luar biasa, yang barangkali juga sangat sulit untuk kita ikuti, tapi perlu kita ketahui bahwa orang shalih terdahulu, utamanya para shahabat Nabi, itu sangat luar biasa dalam hal beramal shaleh.

Jadi rupanya bagi sayyidina Umar ucapan “innaalilahi wa innaa ilaihi rajiun”menunjukkan betapa penyesalan yang luar biasa dari beliau. Kenapa? Karena akibat ketinggalan berbuat kebaikan dan keutamaan, apa? yaitu ketinggalan  shalat ashar berjamaah.

Lalu bagaimana dengan kita? Yang barangkali bukan hanya sekali, ketinggalan shalat berjamaah, tapi sudah bilangan kali. Tak terhitung dah barang kali,

 

Bahkan bukan hanya ketinggalan shalat ashar berjamaah, tapi juga ketinggalan berjamaah shalat fardhu lainnya? Dan Kita malah tenang-tenang saja.        

Oleh karena itu, Mari, dalam rangka untuk perbaikan diri kita, mari  kita sama-sama melakukan introspeksi, muhasabah. Mari kita jaga dan kita istiqamahkan shalat berjamaah kita di masjid.

Hadirin jamaah jumat rahimakumullah.                                          

Biasenye kite ni,mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun,” ketike mendengar kejadian musibah, terutame kalau mendengar berite orang meninggal. Iye, betol, tidak salah kite ucapkan itu:

Tapi beda dengan yang dicontohkan oleh shahabat Nabi. Sayyidina Umar mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, karena ketinggalan shalat ashar berjamaah. Buka beliau  tidak shalat, shalat, tapi ketinggalan berjamaah nya. ketinggalan amal kebaikan yang utama, berjamaah itu.

Sayyidina Abu Bakar, mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun,”

ketika beliau diangkat secara aklamasi umat muslim untuk menjadi Khalifah, menjadi presidennya umat Islam ketika itu. Beliau bukan mengucapkan “alhamdulillah, lalu syukuran” seperti yang banyak terjadi di zaman now ini. Tidak,

Tapi contoh dari beliau-beliau adalah beliau malah mengucapkan “innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.             

Hadirin, jamaah jumat rahimakumullah,

Yang ke-2, Wudhu Batin yang dimaksud dan dicontohkan oleh Al-Imam Hatim Al-Asham, yaitu Hati harus dicuci dengan Taubat, yaitu Taubatan Nasuha.                     

Apa taubatan nasuha ini?, yaitu taubat yang sungguh-sungguh, menyesali semua dosa yang terlanjur pernah terkerjakan, dan bertekad, dengan memohon rahmat Allah, untuk  tidak lagi pernah mengulangi kesalahan dan dosa yang sama maupun dosa-dosa lainnya, dan mengiringi sisa-sisa hidup kita ini, dengan beramal shaleh. Setiap kali kita berbuat dosa, maka segera sebanyak kali kita bertaubat kepada Allah. 

Siapa sih orang yang tidak pernah berbuat salah, khilaf dan dosa? Apa ada yang berani mengaku dirinya paling bersih, tidak punya dosa?

“Wahai orang-orang yang berimana, bertaubatlah kalian dengan taubatan nasuha”.                          

Yang ke- 3, Hati harus dicuci dengan meninggalkan terlalu cinta dunia atau  “tarku hubbid dunya”. Limazaa? kenapa? liannahu ra’su kulli khati’athin, karena terlalu cinta dunia ini adalah sumber kejahatan. Padahal dunia adalah kesenangan yang menipu.

Kehidupan dunia itu, tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu dan memperdayakan.”

(Q.S. Ali Imran: 185)

 

Yang ke-4,  apa yang telah disampaikan oleh Imam Hatim ini sejak ratusan tahun yang lalu, hari ini dapat kita rasakan bahkan kita saksikan.              

Maka kata Imam Hatim, wudhu batin selanjutnya adalah hati dicuci dengan menjauhkan diri dari suka menguber-uber suatu posisi secara over akting, berlebihan-lebihan, kadang menohok kawan seiring menggunting dalam lipatan, tidak peduli ini sesuai aturan atau tidak, yang penting dapat.

Inilah yang disebut dengan “Hubbur Riyaasah”, mabok posisi, kedudukan.

Tapi Sepanjang maseh sesuai dengan aturan main yang benar dan bermartabat, monggo silakan. Silakan. Boleh.

Dan orang-orang muslim yang baik dan berakhlak, berkarakter, punya potensi kompetensi perlu berupaya untuk memperoleh kesempatan untuk menduduki suatu posisi, entah itu di organisasi kemasyarakatan, entah di dunia politik, entah di bidang pemerintahan. Perlu, bahkan harus.   

Kenapa? Sebab kalau tidak, maka posisi-posisi itu akan direbut dan diisi oleh orang-orang  gile, orang-orang yang tidak kenal iman, tidak kenal akhlak, tidak punya kompetensi, tidak punye itikad baik terhadap kemaslahatan umat dan bangsa ini. Bise kacau jadinye. Nauzubillah tsumma nauzubillah.

Makanya, umat islam ini harus kuat dan kompak, bersatu.

Hadirin, jamaah jumat rahimakumullah,

Yang ke-5, Wudhu Batin dilakukan dengan cara membersihkan Hati dari “Tarkul Hidqi wal Hasad, menjauhi sifat dendam dan dengki.

Dua sifat ini sangat tidak baik bagi kehidupan ini, baik bagi diri sendiri maupun dalam pandangan orang lain.

Kenapa?                                    

Karena sifat dendam dan dengki akan menimbulkan efek nagatif. Dada terasa sesak, karena tidak senang liat orang senang. Emosi jadi tidak stabil. Tidak bisa menikmati hidup ini dengan tenang dan nyaman, tidak memiliki empati dan simpati pada orang lain. Pokoknya kacau.

Karena Sifat dendam dan dengki ini adalah bawaan dari syaitan. Dan kita semua tau bahwa syaitan kerjanya adalah menggiring manusia ke jalan kejahatan dan kehancuran.

Hadirin jamaah jumat rahimakumullah,

Demikianlah Imam Hatim Al-Ashim, memaknai wudhu secara bathin.

Lalu bagaimanakah cara beliau melaksanakan shalat?

 

 

Kemudian kata Imam Hatim al-Asham, “ketika memulai shalat, aku rasakan ka’bah di depanku, surga di kananku, neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapak kakiku, dan Izrail telah menunggu di belakangku yang siap menyabut nyawa, dan aku fokuskan hati dan fikiranku ke hadirat Allah Swt.

Aku merasa bahwa segala amal ibadah yang dapat kulaksanakan adalah semata-mata adalah karena rahmat Allah...

Hadirin jamaah jumat rahimakumullah,

Dengan demikian, kita tempatkan keyakinan kita, bahwa segala amal ibadah yang dapat kita kerjakan, dan segala larangan dan dosa dapat kita tinggalkan dan jauhi, adalah semata-mata karena rahmat Allah kepada kita, bukan karena kehebatan kita sebagai manusia, bukan karena kehebatan ilmu hasil belajar kita, tapi karena semata-mata rahmat Allah yang Agung kepada kita.

Semoga Allah senantiasa mengampunkan semua dosa kesalahan kita, membersihkan tauhid kita, dan menyelamatkan hidup kita, anak-anak keturunan kita, keluarga kita, di dunia ini, lebih-lebih lagi di akhirat nanti.

Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.

Foto Khutbah Jum'at 19 Maret 2021 / 6 Syaban 1442  | Mencari Kebahagiaan Dunia & Akherat

Khutbah Jum'at 19 Maret 2021 / 6 Syaban 1442 | Mencari Kebahagiaan Dunia & Akherat

Khatib : Ustadz KH Helmi Amin

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah SWT.

Di tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, Jumat demi Jumat berlalu, seiring itu juga khutbah demi khutbah kita dengarkan dan menyirami sejenak hati yang penuh ketundukan  dan mengharapkan keridhaan Allah SWT. Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah SWT yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi harihari kita, kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:

Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri”.

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar bin Khatthab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu Ka’ab ra tentang taqwa, walau hal itu merupakan suatu hal yang sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara mereka dalam rangka mendalaminya adalah hal yang sangat mereka sukai. Kemudian Ubay balik bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melalui jalan yang dipenuhi duri?” Umar menjawab, “ya, saya pernah melaluinya. Kemudian Ubay bertanya lagi: 

“Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sangat berhatihati, agar tak terkena duri itu”. Lalu Ubay berkata: “Itulah takwa”.
Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa takwa adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah SWT, kesiapan diri, kehati-hatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah perjalanan menuju Allah SWT, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta berusaha sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.

Hadirin Jama’ah sholat jumat rahimakumullah  

Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. 

Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui

perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. 

Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman. Allah berfirman:

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)

Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal, bukan tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui, bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh syaithan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa, kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah, membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu membutuhkan siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rasulullah, ucapan hikmah para ulama, bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan sesama saudara seiman. Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, Istiqomah melalui sebuah proses perjalanan menuju Allah SWT.

Hadirin Jama’ah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada di antara mereka yang konsen pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. 
Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi berikutnya.

Marilah kita renungi firman Allah SWT berikut:

 “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari

(kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. A- Qashash: 77).

Hadirin yang dimuliakan Allah

Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.
Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akhirat. Prinsip ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akhirat. Namun perlu dipahami, mengutamakan kebahagiaan akhirat bukan berarti mewujudkan kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal akhirat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akhirat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.

Umpamanya sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin bukanlah semata-mata sebagai amal akhirat yang tidak berdampak duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan Allah dan rasulNya, umpamanya secara berjamaah, niscaya ia akan banyak memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. 

Dengan shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan mungkar. Dengan demikian manusia akan terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama di dunia ini.

Begitu juga dengan infaq dan shadaqah, seorang yang beramal dengan niat mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di akhirat, maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain yang membutuhkan.
Kedua prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat baik dan  berkata baik dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari.

Maka akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya, peduli akan kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu menuju kehidupan yang abadi.

Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasaada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. 
Terjadinya kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akhirat kelak. Hadirin sidang sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Allah SWT mengingatkan kita dengan firman-Nya:

“Berbekallah kamu, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Walaupun ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam         perjalanan           ibadah        haji, namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar nanti sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang arafah. Maka bekalan utama yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.

Firman Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.
Namun perbekalan yang kedua yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju akhirat, lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ada lima perbandingan antara keduanya:

Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.

Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.

Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.
Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih dekat dengan tujuan.

Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir ArRaazi 5/168)

Foto Masjid Raya Mujahidin Kalbar Adakan Pelatihan Tim Fardhu Kifayah

Masjid Raya Mujahidin Kalbar Adakan Pelatihan Tim Fardhu Kifayah

Portal Yayasan Mujahidin Kalbar, Dalam Islam, pengurusan jenazah masuk dalam kategori ibadah fardhu kifayah. Artinya, kewajibannya dibebankan kepada seluruh muslim, namun bisa gugur apabila ditunaikan oleh hanya sebagian msulim saja.

Hal tersebut yang melatarbelakangi Lembaga Sosial dan Keummatan Yayasan Mujahidin dalam bentukkan Tim Fardhu Kifayah Mujahidin  untuk mengadakan Pelatihan Pemulasaran Jenazah. Menara Tunggal Masjid  Raya Mujahidin (Kamis 11/03/21)

Sekitar 20 peserta yang mengikuti, kebanyakan terdiri dari petugas Lembaga di Yayasan Mujahidin, Remaja Mujahidin dan aktivis masyarakat lainnya. Dengan pelatihan ini, diharapkan peserta bisa mengimplementasikan ilmunya, ketika ada panggilan kemanusiaan datang. Mereka mengikuti kegiatan untuk mengupgrade skill, untuk bisa terus bermanfaat di masyarakat sekitar.

Pelatihan langsung dimentori  oleh Ustadz Ustadz Haji Halidi dan Ustadzah Wati,

Diharapakan dengan kegiatan ini, Tim Fardhu Kifayah Mujahidin dapat diapliaksikan langsung di masyarakat, bila nantinya panggilan bantuan untuk pengurusan jenazah datang.

“Semoga kegiatan ini bisa menambah pengetahuan pengurusan jenazah untuk peserta. Agar mereka bisa menerapkan ilmu, dan semakin bermanfaat  untuk lingkungan sekitar,” tutur Ketua Tim Fardhu Kifayah, Roni.    (tt)

Foto Memaknai Realita Isra Mi’raj Dalam Meningkatkan Kualitas Keimanan

Memaknai Realita Isra Mi’raj Dalam Meningkatkan Kualitas Keimanan

Portal Yayasan Mujahidin Kalbar, Masjid Raya Mujahidin Kalbar memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW 1438 H dengan penceramah Ustadz Dr. Moh Yusuf Hidayat, M.Pd, bertempat di Masjid Raya Mujahidin, Jumat (12/3/2021).

Link Video Isra Mir'aj  https://www.youtube.com/watch?v=jxRD0nCe8Xk

Kegiatan dilaksanakan seusai sholat jumat ini sebagian besar dihadiri oleh jamaah seusai sholat jum’at. Dengan rangkaian acara dibuka sambutan oleh Kepala Kemenag Provinsi Kalbar, Drs. H. Ridwansyah, M.Si , kemudian dilanjutkan oleh sambutan Wakil Gubernur Kalbar Drs. H. Ria Norsan, MM, MH, dan Tausiyah disampaikan oleh Ustad Dr Moh Yusuf Hidayat, M.Pd.

Kegiatan Peringatan Isra Mir’raj ini dimulai pukul 12. 35 hingga pukul 13. 30 . Dalam ceramahnya Dr. Moh Yusuf Hidayat menyampaikan bahwa, Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi Wassalam (SAW), diambil dari dua buah kata yang penuh arti yaitu Isra’ yang berarti “perjalanan malam” dan Mi’raj yang berarti “naik ke langit”. Perjalanan malam yang dimaksud adalah perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Dari peristiwa Isra’ Mi’raj inilah umat Islam di seluruh dunia mengenal yang namanya sholat dan diwajibkan untuk melakukan sholat 5 waktu dalam sehari semalam.

Diakhir ceramahnya Dr Yusuf Hidayat menyampaikan bahwa  generasi muda perlu mendapat perhatian lebih. Karna generasi muda   ini kelak yang dapat mendoakan kita. Sehingga selayaknya anak anak kita perlu kiranya di berikan bimbingan agama yang cukup dan baik. (tt)