WUDHU LAHIR dan WUDHU BATIN
(Perspektif Al-Imam Hatim Al-Asham)
Oleh : Drs. H. M. Ismail Kasim, M.Sc (Khatib Jum’at Masjid Raya Mujahidin tgl. 26 Maret 2021)
Hadirin, jamaah jumat Masjid Raya Mujahidin Pontianak, rahimakumullah,
Suatu ketika seorang sufi ahli tariqat, dan ahli ibadah, bernama: Al-Imam Hatim al-Asham (wafat tahun 237 H) diminta penjelasannya, oleh seseorang ahli Fiqih, yang bernama, Ashim bin Yusuf, dalam satu Majlis ta’limnya, dalam satu pengajiannya.
Sebagai seorang ahli Fiqih, Ashim bin Yusuf ini selalu melihat segalanya dari kacamata, dari sudut pandang Syariat. Ashim bertanya kepada Imam Hatim:
“Wahai Imam Hatim, bagaimanakah cara Anda melaksanakan shalat?”
Imam Hatim Al-Asham sebagai ahli tarekat dan syariat menjawab: “ketika masuk waktu shalat, aku berwudhu dengan dua wudhu, yaitu Wudhu lahir dan Wudhu bathin. Wudhu lahir itu syariat dan wudhu bathin itu adalah haqiqat”.
Syekh Ashim bin Yusuf yang konsentrasi keilmuannya pada bidang Fiqih agak terkejut. Tapi sebelum keterkejutannya berlanjut, Imam Hatim al-Asham segera menerangkan bahwa “Wudhu Lahir”itu dilakukan dengan cara membersihkan anggota badan menggunakan air.
Sedangkan Wudhu Bathin itu dilakukan dengan cara: harus mencuci hati, membersihkan hati yang disebut “Salaamatush Shadri)”
Pertanyaannya, Bagaimana mencuci hati, membersihkan hati?
Kata Imam Hatim Al-Asham, paling tidak, dengan menempuh 5 cara:
- Hati, Dicuci dengan An-nadaamah, dengan rasa penyesalan, an-nadamah. Maksudnya apa?
Yaitu Menyesali kesalahan dan dosa-dosa yang telah pernah terkerjakan, sekaligus pula menyesal karena telah meninggalkan kebaikan.
Menyesal karena telah melakukan kesalahan, dan Menyesal karena tidak melakukan kebaikan.
Masih mengenai an-nadamah ini, tentang menyesali kesalahan dan meninggalkan kebaikan yang utama ini, ada satu nukilan riwayat, yaitu kisah Sayyidina Umar bin Khattab ra yang patut untuk kita renungkan.
Beliau adalah sahabat utama baginda Rasul Saw, beliau adalah salah seorang yang dijamin sebagai ahli surga, dan beliau pun terkenal sebagai seorang sahabat yang kaya raya.
Sayyidina Umar bin Khattab ra ini, banyak memiliki kebun kurma di Madinah. Pohon-pohon kurmanya berbuah dengan kwalitas terbaik, bagus, manis dan legit. Berkelas.
Tidak hanya itu saja, bahkan di dalam kebun nya itu terdapat satu sumber mata air, yang terus mengalir. Padahal sudah dimaklumi bersama bahwa sulitnya sumber air di Madinah ketika itu.
Jadi bisa dibayangkan, berapa besar kekayaan sayyidina Umar, yang mempunyai kebun-kebun kurma yang begitu luas, ditambah ada sumber air di dalam kebun itu.
Sebagai manusia biasa tapi luar biasa, ada rasa, Betapa bahagianya beliau memiliki kebun kurma yang demikian luar biasa tersebut, sehingga seringkali beliau ini berjalan, mengelilingi dan memeriksa perkebunannya dan juga hasil kebunnya tentunya.
Lalu, suatu ketika, sepulang dari kebun kurma nya, di tengah jalan, beliau ketemu dengan beberapa sahabat yang berjalan bersama-sama.
Assalamualaikum, sapa Sayyidina Umar.
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Jawab para sahabat.
Kemudian Sayyidina Umar bertanya: “dari manakah gerangan kalian berjalan bersama-sama?”
Para sahabat menjawab“ kami ini baru pulang dari shalat ashar berjamaah”.
Lalu apa yang terjadi?
Seketika itu juga Sayyidina Umar berucap: “innaalilahi wa innaa ilaihi rajiun”. Jadi Antum ini baru habis shalat ashar berjamaah ya ?”
“Iya, kata para shahabat nya”
“Masyaallah” Astaghfirullah,”. Aku sendiri ini ketinggalan shalat ashar berjamaah, karena mengurus kebun kurmaku ini.
Dan oleh karena itu saksikanlah wahai para sahabatku, karena aku ketinggalan shalat ashar berjama’ah karena kebun kurma ini, maka hari ini kebunku ini aku wakafkan untuk kemaslahatan kaum muslimin”
Allahu akbar.
Ini, contoh yang sangat luar biasa, yang barangkali juga sangat sulit untuk kita ikuti, tapi perlu kita ketahui bahwa orang shalih terdahulu, utamanya para shahabat Nabi, itu sangat luar biasa dalam hal beramal shaleh.
Jadi rupanya bagi sayyidina Umar ucapan “innaalilahi wa innaa ilaihi rajiun”menunjukkan betapa penyesalan yang luar biasa dari beliau. Kenapa? Karena akibat ketinggalan berbuat kebaikan dan keutamaan, apa? yaitu ketinggalan shalat ashar berjamaah.
Lalu bagaimana dengan kita? Yang barangkali bukan hanya sekali, ketinggalan shalat berjamaah, tapi sudah bilangan kali. Tak terhitung dah barang kali,
Bahkan bukan hanya ketinggalan shalat ashar berjamaah, tapi juga ketinggalan berjamaah shalat fardhu lainnya? Dan Kita malah tenang-tenang saja.
Oleh karena itu, Mari, dalam rangka untuk perbaikan diri kita, mari kita sama-sama melakukan introspeksi, muhasabah. Mari kita jaga dan kita istiqamahkan shalat berjamaah kita di masjid.
Hadirin jamaah jumat rahimakumullah.
Biasenye kite ni,mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun,” ketike mendengar kejadian musibah, terutame kalau mendengar berite orang meninggal. Iye, betol, tidak salah kite ucapkan itu:
Tapi beda dengan yang dicontohkan oleh shahabat Nabi. Sayyidina Umar mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, karena ketinggalan shalat ashar berjamaah. Buka beliau tidak shalat, shalat, tapi ketinggalan berjamaah nya. ketinggalan amal kebaikan yang utama, berjamaah itu.
Sayyidina Abu Bakar, mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun,”
ketika beliau diangkat secara aklamasi umat muslim untuk menjadi Khalifah, menjadi presidennya umat Islam ketika itu. Beliau bukan mengucapkan “alhamdulillah, lalu syukuran” seperti yang banyak terjadi di zaman now ini. Tidak,
Tapi contoh dari beliau-beliau adalah beliau malah mengucapkan “innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
Hadirin, jamaah jumat rahimakumullah,
Yang ke-2, Wudhu Batin yang dimaksud dan dicontohkan oleh Al-Imam Hatim Al-Asham, yaitu Hati harus dicuci dengan Taubat, yaitu Taubatan Nasuha.
Apa taubatan nasuha ini?, yaitu taubat yang sungguh-sungguh, menyesali semua dosa yang terlanjur pernah terkerjakan, dan bertekad, dengan memohon rahmat Allah, untuk tidak lagi pernah mengulangi kesalahan dan dosa yang sama maupun dosa-dosa lainnya, dan mengiringi sisa-sisa hidup kita ini, dengan beramal shaleh. Setiap kali kita berbuat dosa, maka segera sebanyak kali kita bertaubat kepada Allah.
Siapa sih orang yang tidak pernah berbuat salah, khilaf dan dosa? Apa ada yang berani mengaku dirinya paling bersih, tidak punya dosa?
“Wahai orang-orang yang berimana, bertaubatlah kalian dengan taubatan nasuha”.
Yang ke- 3, Hati harus dicuci dengan meninggalkan terlalu cinta dunia atau “tarku hubbid dunya”. Limazaa? kenapa? liannahu ra’su kulli khati’athin, karena terlalu cinta dunia ini adalah sumber kejahatan. Padahal dunia adalah kesenangan yang menipu.
“Kehidupan dunia itu, tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu dan memperdayakan.”
(Q.S. Ali Imran: 185)
Yang ke-4, apa yang telah disampaikan oleh Imam Hatim ini sejak ratusan tahun yang lalu, hari ini dapat kita rasakan bahkan kita saksikan.
Maka kata Imam Hatim, wudhu batin selanjutnya adalah hati dicuci dengan menjauhkan diri dari suka menguber-uber suatu posisi secara over akting, berlebihan-lebihan, kadang menohok kawan seiring menggunting dalam lipatan, tidak peduli ini sesuai aturan atau tidak, yang penting dapat.
Inilah yang disebut dengan “Hubbur Riyaasah”, mabok posisi, kedudukan.
Tapi Sepanjang maseh sesuai dengan aturan main yang benar dan bermartabat, monggo silakan. Silakan. Boleh.
Dan orang-orang muslim yang baik dan berakhlak, berkarakter, punya potensi kompetensi perlu berupaya untuk memperoleh kesempatan untuk menduduki suatu posisi, entah itu di organisasi kemasyarakatan, entah di dunia politik, entah di bidang pemerintahan. Perlu, bahkan harus.
Kenapa? Sebab kalau tidak, maka posisi-posisi itu akan direbut dan diisi oleh orang-orang gile, orang-orang yang tidak kenal iman, tidak kenal akhlak, tidak punya kompetensi, tidak punye itikad baik terhadap kemaslahatan umat dan bangsa ini. Bise kacau jadinye. Nauzubillah tsumma nauzubillah.
Makanya, umat islam ini harus kuat dan kompak, bersatu.
Hadirin, jamaah jumat rahimakumullah,
Yang ke-5, Wudhu Batin dilakukan dengan cara membersihkan Hati dari “Tarkul Hidqi wal Hasad, menjauhi sifat dendam dan dengki.
Dua sifat ini sangat tidak baik bagi kehidupan ini, baik bagi diri sendiri maupun dalam pandangan orang lain.
Kenapa?
Karena sifat dendam dan dengki akan menimbulkan efek nagatif. Dada terasa sesak, karena tidak senang liat orang senang. Emosi jadi tidak stabil. Tidak bisa menikmati hidup ini dengan tenang dan nyaman, tidak memiliki empati dan simpati pada orang lain. Pokoknya kacau.
Karena Sifat dendam dan dengki ini adalah bawaan dari syaitan. Dan kita semua tau bahwa syaitan kerjanya adalah menggiring manusia ke jalan kejahatan dan kehancuran.
Hadirin jamaah jumat rahimakumullah,
Demikianlah Imam Hatim Al-Ashim, memaknai wudhu secara bathin.
Lalu bagaimanakah cara beliau melaksanakan shalat?
Kemudian kata Imam Hatim al-Asham, “ketika memulai shalat, aku rasakan ka’bah di depanku, surga di kananku, neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapak kakiku, dan Izrail telah menunggu di belakangku yang siap menyabut nyawa, dan aku fokuskan hati dan fikiranku ke hadirat Allah Swt.
Aku merasa bahwa segala amal ibadah yang dapat kulaksanakan adalah semata-mata adalah karena rahmat Allah...
Hadirin jamaah jumat rahimakumullah,
Dengan demikian, kita tempatkan keyakinan kita, bahwa segala amal ibadah yang dapat kita kerjakan, dan segala larangan dan dosa dapat kita tinggalkan dan jauhi, adalah semata-mata karena rahmat Allah kepada kita, bukan karena kehebatan kita sebagai manusia, bukan karena kehebatan ilmu hasil belajar kita, tapi karena semata-mata rahmat Allah yang Agung kepada kita.
Semoga Allah senantiasa mengampunkan semua dosa kesalahan kita, membersihkan tauhid kita, dan menyelamatkan hidup kita, anak-anak keturunan kita, keluarga kita, di dunia ini, lebih-lebih lagi di akhirat nanti.
Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.